Kesan Malu Meretas Jalan Sastra Lesbian
@DhoKudo
Namanya juga berjuang mendapatkan pengakuan, sejumlah orang yang mengaku lesbian mengumpulkan tulisan bertema LGBT yang tersebar di media. Sebuah keberanian mewarnai wajah literatur sastra di Indonesia.
Judul : Un soir du Paris (Kumpulan Cerita)
Penulis : Stefanny Irawan, dkk
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : xviii + 128 halaman
Terbit :
Cetakan Pertama, September 2010
Namanya juga berjuang mendapatkan pengakuan, sejumlah orang yang mengaku lesbian mengumpulkan tulisan bertema LGBT yang tersebar di media. Sebuah keberanian mewarnai wajah literatur sastra di Indonesia.
Membaca sinopsis kumpulan cerpen (kumcer)
un soir du Paris, langsung terpampang benang merah yang tersembunyi di
dalamnya: lesbian. Tak muluk memang itulah yang dituju dari penulisan kumcer
ini. Anda bisa membaca dari lembar pertama hingga akhir, semuanya berbicara
soal perempuan yang menyukai sesamanya.
Cerpen berjudul Mata Indah oleh
Clara Ng misalnya, dengan gaya Clara Ng sang ahli mendongeng, mengalirlah
cerita berlatar kerajaan. Dua putri bersaudara memiliki kepribadian berbeda dan
saling mencemburui satu sama lain. Satu di antaranya lesbian. Clara menggambarkan
keduanya dengan baik. Kita dibawa larut dengan emosi Lei yang mencemburui paras
dan suara merdu Lea.
Cerpen berjudul Danau oleh Linda
Christanty saya rasa yang paling berbobot di kumcer ini. Tak sekedar
menyinggung dunia lesbian, namun ia kuat pada plot. Disusun berlapis dan
rumit. Kejutan yang dihadirkan pun tak sembarang. Tak cuma mengakhiri
ceritanya, ia terlihat mempersiapkannya.
Ratih Kumala juga menyumbang cerpen
berjudul Tahi Lalat di Punggung Istriku. Ceritanya cukup mengecoh. Seperti
yang saya tulis di atas, semuanya tentang lesbian. Maka bisa jadi penggunaan
kata istri, suami, pacar juga memiliki penafsiran lain.
Tahi Lalat di Punggung Istriku
menceritakan seorang suami yang tergila-gila dengan tahi lalat sang istri. Berahinya
langsung naik saat melihat tahi lalat itu. Namun saat sang istri membuangnya,
suaminya linglung.
Terkecoh karena akan dikira sang suami
adalah perempuan, soalnya cerita ini cerita lesbian. Namun, isu lesbian hanya dijadikan bumbu penyedap saja. Tak
mendominasi.
Sebenarnya pengangkatan motif serupa Tahi
Lalat di Punggung Istriku, terkesan hanya sekedar memasukkan tokoh lesbian,
bakal ditemui di judul-judul lain. Misalnya cerpen berjudul Saga. Hanya menampilkan
konflik antara tokohnya saja. Tak vokal menuntut persamaan hak lesbian
misalnya. Masih terkesan malu-malu. Akan lebih menggigit kalau teriakan hak
lesbiannya selantang cerpen Ramaraib punya
Djenar Maesa Ayu yang juga muncul di laman online sepocikopi.com, penggagas
buku ini.
Tak bisa dipungkiri, mulai sering
bermunculan cerpen-cerpen dengan tema seperti ini. Sastra dianggap ampuh untuk
mengakomodir pemahaman-pemahaman baru. Atau memuluskan satu pergerakan. Lihat saja
tetralogi Pramoedya Ananta Toer, ia melawan lewat sastra. Walau ini masih
langkah awal sepocikopi.com, perlu keberanian ekstra untuk unjuk gigi di negeri
ini. sebab akan selalu muncul perlawanan terhadap isu sesensitif ini.
Berdiri pada 2007, sepocikopi.com
adalah laman lesbian memuat cerpen-cerpen bertema LGBT (Lesbian, Gay,
Bisexual, and Transgender) yang pernah dimuat di media massa. Memang mereka
mengaku hanya sebagai wadah lesbian untuk mengekspresikan diri, bukan ajang
politis. Tapi mau tak tamu untuk menyuarakkan hak, politik masih lah kendaraan
terkuat.
Walau begitu, ke-12 cerpen dalam un
soir du Paris ini hasil kumpulan sepocikopi.com dari berbagai media
yang memuatnya. Ada juga mengambil cerpen yang tersembunyi di dalam di dalam
buku kumcer lain. Jangan takut akan bosan membaca cerita dengan tema yang
serupa dalam un soir du Paris, sebab banyak kejutan di masing-masing
judul. Cerpen-cerpen yang layak baca walau tak lantang berteriak. Cocok lah untuk
sekedar mewarnai karya sastra di Indonesia.
Comments