#3 Tentang Rasa: Kita dan Pesta Jodoh Laron

@Dhokudo




Aku menutupi semua sudut kepalaku dengan selimut. Seperti juga menutupi diriku dengan himpitan gedung dan tumpukan beton ini. Merasakan ada saja hal-hal yang harusnya bisa dihindari tetapi selalu juga terjadi. Tak sekadar ia yang datang, namun juga aku yang mengundang. Betul, aku selalu terobsesi atas segala yang kau buat, sedikit gerakan seperti selalu terpantau olehku. Layaknya radar, ada titik merah yang menandakan pergerakanmu.

Bayangkan malam itu, saat tak banyak lagi pertanyaan yang menghampiri. Kamu sebetulnya tak mau menemaniku, tapi kupaksa sebab hanya itu yang bisa kulakukan. Kamu belum pernah sadar akan artimu. belum, tapi aku berharap segera.

Kau bersandar di kaca jendela dan melihat deretan gedung kota yang menyala terang, namun tetap tak mampu melibas gelap. Aku memelukmu dari belakang. Tubuh kita memantul di kacanya. Detik itu aku takjub. Kamu diam, tapi bukan diam, seperti melakakukan apa yang seharusnya, walau diam adalah perwujudannya.

Tetapi aku tidak diam, aku menyerap panas punggung telanjangmu. Aku juga menghirup bau tubuhmu, bau shampo yang menguar dari rambut, dan sedikit bau asam dari ketiakmu. Aku menghirupnya dalam-dalam. Memberi makan ruang-ruang dalam diriku yang selalu menantimu.

Lantas aku bercerita tentang laron. Konon, dahulu hanya ada satu koloni rayap di dunia ini. Pada suatu sore, satu malam sebelum hari hujan pertama, Ratu bertitah agar semua rayap bersayap berkumpul. Maka berbaris lah jutaan laron. Mereka menanti apa titah ratu.

Tak berapa lama, Ratu muncul didampingi Raja yang kuat. Mengapa kuat? Sebab ia tak seperti raja semut yang akan mati segera setelah memuaskan berahi ratunya. Ratu memerintahkan jutaan laron untuk terbang ke Bulan. Sebab hanya di sana bisa terjadi satu fase yang menggairahkan. Hanya di Bulan laron jantan dan betina bisa bercumbu. Dari tempatnya berdiri, Ratu dan Raja dapat melihat rona merah menghiasi pipi-pipi keturunannya yang akan beranjak dewasa.

Sebelum hujan pertama jatuh, jutaan laron terbang keluar dari lubang tanah, sarang. Mereka menuju bulan. Walau pada akhirnya tak satu pun yang sampai sebab sebaran cahaya bulan merata satu bumi (kini kamu juga bisa dapati laron berpesta jodoh di bawah lampu-lampu di teras rumah). Mereka bercinta hebat hingga sayap-sayapnya copot. Lalu meringkuk bersamaan ke dalam lubang atau celah. Berbulan madu dengan ceracapan yang menggoda. Hingga koloni baru terbentuk.

Kamu tahu, betapa bagus seandainya ada pesta pencarian jodoh seperti itu. Segera tahu dia adalah jodohmu jika sayapmu patah. Tidak ada penantian yang sia-sia. Segera tahu juga jika kita tidak berjodoh. Tinggal pilih mati dimakan cicak atau malah jadi peyek. Kudengar ada orang yang makan peyek laron.

Aku mempererat pelukanku, sebab kurasakan kamu tak lagi diam. Kukecup punggungmu, kubasahi dengan jilatan-jilatan kecil di sana. Kukecup lagi. Dan kamu melepaskan diri. Aku tahu aku belum juga mendapatkan tempat itu.


Sebelum tidur, bisakah aku tidak memikirkanmu lagi? Kamu terlalu mendominasi isi kepala ini. Walau kepalaku sudah diselimuti, namun kamu tidak juga enyah. Apakah kamu tahu rasanya? Jujur aku tak bisa menggambarkannya. Ia seperti perasaan selalu siap menerima apapun yang kamu minta, ya apapun itu. Melakukan apapun juga untukmu. Mengiyakan semua perkataaanmu, termasuk itu makian. Seolah aku bisa hidup kembali setelah mencium baumu. Bisa kembali hidup lagi untuk mengiyakanmu.  Kecuali satu, untuk melupakanmu.

Comments