#13 Tentang Rasa: Lepaskan! Masih Banyak Ikan di Lautan


 
Sumber: https://id.pinterest.com/pin/459930180669153724/

Jikalau cinta memang soal hubungan timbal balik, maka seharusnya hubungan ini diperjuangkan bersama. Jikalau cinta memang soal saling melengkapi, maka seharusnya kita bisa menggenapi. Jikalau cinta memang soal pengorbanan, maka seharusnya sendiri bukanlah ujungnya. Jikalau cinta memang soal keihklasan, maka seharusnya tak ada tempat bagi perhitungan.

Aku pernah mendengar jika ada orang yang miskin karena cinta. Ketika cinta yang katanya diperjuangkan bersama, nyatanya hanya berat sepihak. Hanya rongrongan dan gerogotan dari pihak yang lain. Cinta mereka memusnahkan sepihak. Setelah musnah, pihak yang diuntungkan berlalu meninggalkan. Hanya pilu yang menjadi ujungnya.

Tentu ini menambah keresahanku, bagaimana jika hal itu juga bisa menimpaku. Apalagi beberapa tahun belakangan yang datang selalu begitu. Caranya berbeda tetapi coraknya kemudian serupa. Dari yang kecil-kecil, ringan-ringan, sampai membuat pusing tujuh keliling. Jika hanya soal membayar tagihan makanan ata minuman, aku tiada masalah. Namun ini sudah merembet ke hal-hal lain. Batasan dalam hubungan ini sudah tidak jelas. Selalu meminta kemudian hilang, kemudian datang jika meminta lagi.

Brigitta, sahabatku, akhirnya memberi wanti-wanti yang kupikir masuk akal. Biasanya Brigitta selalu berpikiran positif soal hal ini. Kami memang termasuk orang yang santai kalau harus membayar tagihan jajan pasangan. Kebanyakan orang juga begitu, apalagi hal ini terkesan lumrah di negeri ini. namun untuk sebagian orang tentu saja berbeda. Tagihan jajan dibayar masing-masing.
Namun setelah munculnya permintaan-permintaan lain yang cenderung lebih besar dan memberatkan, tentu ini perlu dibahas.

Brigitta yang tengah menyantap makan malamnya sampai berhenti dan memutar kedua bola matanya. 

“Udah, deh, lepaskan saja orang yang seperti itu. masih banyak ikan di lautan.”

“Aku juga berpikiran sama, tapi aku masih cinta dia.”

“Jangan mau dibuat lemah oleh perasaanmu. Terkadang yang kamu anggap cinta itu justru bom waktu. Nah, sebelum bom itu meledak di tanganmu, lepaskan. Atau kamu akan lebih rugi dan menderita lagi, Tri.”

“Bagaimana aku bisa tahu kalau apa yang aku lakukan ini benar?”

“Jika kamu pada akhirnya tenang, maka itu benar. Kebenaran sering terasa pahit, namun kita dibuat takut oleh perasaan itu. Terlebih takut kehilangan perasaan yang kita piker itu cinta. Cinta akan selalu memberi penguatan. Seberapa pelik pun masalah yang mendera cintamu, kamu seharunya bisa mengidentifikasinya. Jangan biarkan logikamu tumpul hanya karena derasnya pergulatan batinmu.”

“Kamu yakin, pertanda itu akan selalu ada?”

“Iya, Tri. Sikutan semesta.  Aku sangat yakin bahwa dalam hubungan dengan manusia, juga pasangan, akan selalu muncul sikutan semesta yang apabila kita mau mendengarkan, merasakan, mencari, kita akan mendengarnya, merasakannya, dan menemukannya.”

“Tetapi aku tak apa selalu memberi untuk cinta!”

“Aku juga tak masalah selalu memberi untuk cinta. karena kalau benar-benar cinta, materil dan immaterial yang kau beri tak akan membuatmu merasa kekurangan. Kalau kamu merasa keberatan  dengan segala pengorbananmu, pemberianmu, mungkin itu adalah sikutan semesta yang kau tunggu.”

“Aku takut! Aku tahu jika bisa memberi walau tanpa cinta. Namun cinta berarti memberi…”

“Jangan lupakan kebahagiaanmu, Tria. Tak peduli dengan siapapun kamu bersanding jangan lupakan kebahagiaanmu. Tak peduli siapapun yang akan menghormati atau menghinamu jangan lupakan kebahagiaanmu. Jika kebahagiaan itu masih saja tak terwujud, dan kamu sudah melakukan segala upaya, lepaskanlah. Cari kebahagiaanmu. Masih banyak ikan di lautan.”


Comments