Sepenggal Jakarta dan Album Mini Kodaline (Extended Play Review)


Melanjutkan cara baru Kodaline untuk merebut hati penikmatnya dengan akustikan di kota-kota yang mereka kunjungi dalam turnya, sedikit wajah Jakarta muncul penuh dalam klip video kedua Ready to Change.

Klip video pertama Ready to Change dirilis 13 Oktober lalu. Lagu ini masuk dalam album mini atau EP (Extended Play) terbaru Kodaline: I Wouldn't Be.

Seperti lagu Brother yang klip keduanya juga dibuat akustikan di jalanan Warsawa dan High Hopes di jalanan Paris, Ready to Change juga berpola sama. Yang paling menarik dari ini adalah cara Kodaline terbilang cukup unik dan segar. Rekaman langsung nyanyian, musik, dan kebisingan jalanan menjadikan klip Kodaline versi ini amat realistis. Dan saya takjub suara Steve tetap ciamik walau tanpa banyak polesan studio.

Atensi yang didapat dari kreativitas begini, mengambil gambar di Jakarta, tentu bisa melambungkan popularitas Ready to Change, Kodaline, dan album mini I wouldn't Be. Paling tidak, berita tentang ini akan dipasak di media-media di Indonesia dan Asia.


Kemudian, kemungkinan besar media dunia juga akan mengulas kembali Ready to Change dan I Wouldn't Be. Sebuah strategi pintar untuk membuka kemungkinan album mini ini terjual lebih banyak lagi.

Ready to Change
adalah lagu yang cukup pahit. Bercerita tentang seluk-beluk pertemanan dan bagaimana saling mendukung untuk bisa melalui masa-masa sulit bersama. Agar teman tak merasa sendirian dan bangkit dari keadaan apapun yang tak menyenangkan. Sebuah lagu dengan pesan yang amat bisa dirasakan semua orang dengan pertemanannya atau semua orang dengan orang-orang terdekatnya.


Kepopuleran Kodaline (nama sebelumnya 21 Demands dengan debut pemuncak tangga lagu Irlandia, Give Me A Minute), lalu setelah berganti nama menjadi Kodaline dan basis pertamanya, Connor Linnane keluar dan digantikan Jason Boland, menjadi format baru 21 Demands sebagai Kodaline bersama Steve Garrigan di vokal, gitaris Mark Prendergast, and the drummer and percussionist Vinny May.

Album mini pertama mereka yang rilis pada 2012 lalu, The Kodaline EP, menjadi fenomenal terutama untuk lagu All I Want yang menjadi musik tema dan lagu pengiring untuk banyak film dan serial televisi. Sebut saja Grimsby, Boomerang, Boyhood, The Fault In Our Stars, Grey's Anatomy, dan drama Korea It's Okay That's Love.


Album mini I Wouldn't Be ini berisi empat lagu selain Ready to Change yang sudah kita bahas di atas.

I Wouldn't Be

Kepada Clash, Kodaline menyebut bahwa lagu ini tentang keluarga dan peran mereka untuk mendukung Kodaline dalam bermusik. Ide lirik pertama diperoleh Steve saat sedang mandi. Perasaan sensitif Steve karena sedang jauh dari rumah dan keluarganya di Irlandia sana, berubah lagu penuh rindu dan cinta yang dinyanyikan minim musik dan penuh dengan akapela yang amat menyentuh.

The Riddle

Lagu ini amat menyenangkan dan dibuat saat mereka berempat sedang bersama di sebuah rumah di antah-berantah, tanpa ponsel dan koneksi internet. Kepada Clash, Kodaline menuturkan kalau proses pembuatan lagu ini benar-benar ketika mereka berempat sedang saling terhubung sebagai teman dan rekan kerja. Dan benar saja, hasil rekamannya juga sangat mengesankan. Sederhana namun amat terasa dekat. Ini yang membuat saya sangat menyukai Kodaline. Entah mengapa lagu-lagu mereka selalu langsung melekat kuat di benak sejak kali pertama dengar. Seperti ada ikatan kasat mata yang menghubungkanmu dengan musik, lirik, dan cerita di lagunya. Sebuah penceritaan yang amat menyenangkan untuk didengar dan disimak.

Blood and Bones


Lagu ini adalah lagu sendu soal kehilangan sahabat dan masih menyisakan banyak kenangan yang tak bisa begitu saja dibuang.

Kekuatan Kodaline adalah pada penceritaan. Terbukti dari belasan lagu di album A Perfect World dengan hitnya yang melegenda: All I Want (sebelumnya rilis dalam format EP di tahun 2012), lalu album Coming Up For Air, dan deretan single seperti Brother yang laku keras, Kodaline selalu mendapat respon gila (dalam artian positif) dari basis penggemarnya yang kian melangit. Siapa yang menolak didongengi dengan alunan musik folk rock dan suara merdu menyayat milik Steve.

Comments